Kesaksian itu bakal dimuat di majalah the Esquire edisi bulan depan. "Saat menyaksikan dia mengembuskan napas terakhir, saya berpikir apakah ini hal terbaik atau terburuk pernah saya lakukan," ujarnya seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Selasa (12/2).
Bin Ladin, 54 tahun, tewas di lokasi persembunyiannya di Kota Abbottabad, Pakistan, awal Mei dua tahun lalu. Kematiannya melegakan Washington DC setelah perburuan selama satu dekade. Sayangnya, sampai kini, Gedung Putih masih merahasiakan bagaimana peristiwa terbunuhnya lelaki Arab Saudi keturunan Yaman itu. Amerika cuma mengumumkan jenazah Bin Ladin ditenggelamkan di sebelah utara Laut Arab.
Demi keamanan keluarganya, pembunuh Bin Ladin itu tidak diungkap identitasnya. Anggota Tim Enam SEAL ini hanya diberi nama sandi penembak. Ayah dua anak ini secara rinci mengungkapkan saat-saat terakhir Bin Ladin dalam kamar tidurnya di lantai tiga sebuah rumah bersama istri termudanya, Amal.
Agen dinas rahasia luar negeri Amerika (CIA), Maya, menyampaikan keberadaan Bin Ladin itu. "Kami telah mendapatkan dia," tutur agen perempuan itu kepada Tim Enam. Ini benar-benar dia, saya yakin karena saya mengejar dia sepanjang karier saya."
Dengan persenjataan lengkap dan helm dilengkap kaca mata buat penglihatan malam, Tim Enam bergegas mencari kamar tidur Bin Ladin. Sang Penembak berhasil menemukan sasaran di kamar tidurnya. Dia terkejut karena Bin Ladin jauh lebih tinggi ketimbang sangkaannya. Dia tampak kurus dengan kepala botak dan jenggot pendek. Dia memeluk Amal dari belakang sebagai perisai.
Sang Penembak mengira Amal bakal meledakkan diri. Bin ladin juga bisa ancaman lantaran pistol berada dalam jangkauannya. "Saya harus menembak kepalanya sehingga dia tidak punya kesempatan meledakkan diri."
Dalam hitungan detik, saat Bin ladin bersama istrinya maju, anggota TIm Enam ini dua kali menembak kening Bin ladin. Buronan nomor wahid Amerika ini tersungkur ke lantai, tepat di depan ranjangnya. Sang Penembak menembak sekali lagi di tempat yang sama. Tiga luka tembak itu membentuk huruf V. Isi otak Bin Ladin berceceran di lantai. Bin Ladin menemui ajal dalam seperempat menit.
Putra Bin Ladin masih kecil menyaksikan kejadian itu. "Dia menjerit histeris seraya menangis," ucapnya. Sang Penembak lantas menggendong anak yatim itu dan diserahkan kepada ibunya.
Kabar mengejutkan ini segera tersbear luas. Tim Enam disambut bak pahlawan setelah melenyapkan pria diyakini sebagai teroris paling menakutkan sejagat itu. Sayang, puja dan puji itu tidak sejalan dengan nasib mereka secara materi.
Dia keluar dari SEAL tanpa pensiun, jamianan kesehatan, perlindungan buat dia dan keluarga. perkawinannya juga hancur. Akhir karier Sang Penembak selama 16 tahun di SEAL tidak kalah tragis dengan Bin Ladin. [fas]
[ sumber ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar