"Uhh, ahhhhhh...!!!" desahan demi desahan terdengar dari sebuah apartemen mewah di tengah kota yang selalu bising ini. Suara decitan ranjang sudah berulang kali terdengar dan aura di sekitar apartemen ber-AC ini semakin panas. Laki-laki yang tadi berada di bawah—menikmati pelayanan perempuan di atasnya—kini berbalik hingga dia yang berada di atas sang wanita.
Pria itu menjilat bibirnya yang terasa kering. Dia kembali melanjutkan aksinya. Terus dan terus dia manjakan wanita di bawahnya. Dengan tangannya yang sudah profesional dia buat wanita tersebut puas dan menyebut namanya berulang kali setiap mendekati klimaksnya. Wanita berambut hitam di bawahnya merasakan kepuasan yang tak henti-hentinya. Melihat itu, sang pria menyeringai di bawah sinar rembulan. Peluh-peluh yang muncul di tubuhnya tidak dia pedulikan lagi. Yang penting dia dan partnernya merasa puas.
***
"TONYYYYY!"
Teriak para Fan-girls Tony Stark di pagi yang tenang ini. Memang sudah bukan rahasia lagi kalau anak milyuner itu memiliki wajah yang tampan, kekayaan melimpah, otak yang cerdas, dan berbagai hal bagus lainnya. Tentu saja hal-hal semacam itu membuatnya terkenal di kalangan para gadis dan membuatnya dibenci oleh sebagian besar kaum lelaki.
Tony menghela napas. Hari ini seperti biasa, dia akan kembali memakai topengnya, "Hai!" Sapaan singkat, padat, dan jelas seperti itu saja mampu membuat para gadis berteriak senang. Apalagi ditambah senyuman tipis yang membuat para gadis itu semakin menggila. Sempurnalah sudah.
Tony Stark memang selalu seperti itu. Tidak ada yang tahu bagaimana sifatnya di balik semua keramahan yang ia tunjukkan. Tapi meski begitu, tidak ada yang peduli. Tony cenderung pendiam, dingin, egois, dan misterius. Tapi berkat topengnya yang selalu dipakai sehari-hari, semua orang hanya bisa melihat kebalikan dari sifat aslinya. Tony juga dikenal sebagai badboy. Dia bisa sesuka hati memilih gadis mana yang ingin ditidurinya. Karena itu jangan heran jika setiap hari kau melihat dia menggandeng tangan wanita yang berbeda-beda.
"Tony, hari ini tidur denganku ya!"
"Jangan! Sama aku saja!"
"Aku!"
"Aku!"
Kali ini tidak seperti biasanya, Tony memilih untuk meninggalkan para fansnya yang tengah berdebat. Dia sudah cukup lelah setelah melayani salah seorang kakak kelasnya kemarin malam. Tony menguap beberapa kali, dia kurang tidur hari ini. Ah, sepertinya dia akan kembali tertidur di tengah pelajaran nanti. Saat Tony berbelok di tikungan, dia harus merasakan tubuhnya menabrak seseorang yang tengah berlari dari arah berlawanan. Dan Tony tahu orang yang dia tabrak ini adalah perempuan karena payudara empuk milik gadis itu tepat mengenai perutnya.
Tadinya Tony berniat akan memaki gadis yang menabraknya ini. Tapi bibirnya kaku seketika saat melihat siapa yang baru saja dia tabrak, "Ah, Tony. Maaf ya!" dan setelah mengucapkan itu, gadis berambut kuning pendek tersebut kembali berlari meninggalkan Tony yang terbengong sendirian.
Selama kurang lebih tiga puluh detik, pria berambut lurus itu terpaku dalam posisinya. Tony menggelengkan kepalanya, berusaha kembali seperti biasa. Sedetik tadi, dia sempat merasakan wajahnya memanas. Toni mendecih kesal, selalu saja begini, selalu saja dia terlihat seperti orang bodoh di depan gadis tadi, gadis yang disukainya: Karen Starr.
Karen adalah gadis yang tidak terlalu menonjol, kecuali ukuran payudaranya yang besar. Dia juga tidak lebih cerdas dari Tony. Tapi anehnya, Tony sudah menyukai gadis itu sejak dari kelas enam. Memang, bisa dibilang mereka berdua adalah teman sejak kecil. Tapi mereka tidak pernah dekat, ditambah dengan Tony yang selalu populer di sekolahnya, membuat jarak di antara mereka semakin jauh saja. Hal ini membuat Tony, yang tidak pernah memulai pembicaraan dengan orang lain, hanya bisa melihatnya dari jauh.
Dan berkat kekesalan itulah, Tony akhirnya tidur dengan banyak gadis. Ia ingin melampiaskan seluruh hasrat dan nafsunya pada gadis-gadis bodoh yang malang. Setelah mencicipi tubuh mereka, ia akan membuangnya dengan mudah, rasanya begitu menyenangkan. Ibaratnya seperti kau memakai lap sekali pakai. 'Gunakan sampai puas, lalu buang dan tinggalkan'.
***
***
Bukannya Tony tidak mau berusaha mendapatkan hati cinta pertamanya itu, tapi keadaan saat ini semakin susah saja karena...
"Hai, Mr. Alan!" lamunan Tony terbuyarkan begitu mendengar suara seseorang yang sangat dikenalinya. Dengan cepat dia menoleh dan mendapati wajah gadis yang disukainya tengah memerah melihat seorang pria dewasa di hadapannya. Tony mendengus kesal dan segera memalingkan wajahnya.
Telinga Tony memanas mendengar pria dewasa yang dipanggil Alan tersebut tersenyum dan berkata, "Starr, aku kerepotan membawa dokumen-dokumen ini sampai ke bawah, maukah kau membantuku?" dan rasanya Tony ingin melompat dari lantai tiga begitu mendengar Karen mengucapkan kata 'IYA!' dengan keras sampai orang-orang berpaling melihatnya.
Cowok dengan model rambut acak-acakan tersebut sangat tahu gadis yang disukainya itu mempunyai sifat polos yang menggemaskan. Dan Tony akan merasa sangat senang jika sifat itu ditunjukkan di depannya seorang, bukan di depan guru setan bertopeng malaikat tersebut. Tony memilih untuk menatap halaman di luar sekolah lewat jendela di sampingnya. Dan betapa terkejutnya cowok itu melihat dua orang tadi tengah...
...berciuman?
BRAK!
Cukup sudah. Kesabaran Tony Stark sudah habis. Segera setelah menggebrak mejanya sendiri, Tony pergi meninggalkan kelasnya. Tanpa mempedulikan tatapan-tatapan heran dari yang lain, Tony melangkahkan kakinya dengan cepat tanpa tujuan. Dia hanya menuruti kemana kakinya berjalan. Dan yang tak pernah dia sangka adalah kakinya berhenti di depan perpustakaan sekolahnya.
Tony menghela napas. Bolehlah, mungkin saja membaca buku yang berbobot bisa sedikit melepaskan kepenatannya. Tony memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Perpustakaan cukup sepi hari ini, wajar karena jam baru menunjukkan pukul delapan pagi dimana seharusnya pelajaran sudah dimulai dan semua anak kini berada di dalam kelas. Saat Tony tengah memilih-milih buku di rak paling belakang perpustakaan, pria yang memiliki bola mata biru itu menangkap suara di sekitarnya. Tony menoleh mencari sumber suara, dan dia mengerti begitu melihat seorang gadis cantik yang memiliki rambut pirang di belakangnya. Laki-laki tampan itu mengangkat sebelah alisnya.
"Ada apa, Carol?" tanya Tony dengan senyum mautnya. Ah, sepertinya Tony tak perlu bertanya lagi, dia bisa mengerti dengan melihat wajah gadis itu yang memerah di hadapannya.
Carol memainkan jarinya, "Eh, Tony..." tingkahnya sangat gelisah dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. "A-aku suka kamu, Tony..." bisiknya sangat pelan. Wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang. Tony tertawa dalam hati mendengar itu. Dia menatap Carol dari bawah sampai atas. Well, tidak buruk.
Kalau dipikir-pikir, Tony baru saja patah hati melihat Karen tadi mencium guru sialan itu. Tony mengeratkan kepalan tangannya, berusaha melupakan kejadian tadi. Di depannya kini ada mangsa yang sangat empuk. Bagaimana kalau lupakan saja kejadian yang menyakitkan itu, dan bersenang-senang? Tony menyeringai mendengar bisikan di dalam dirinya. Tangan kanannya kini bergerak menarik dasi yang dipakai gadis yang memiliki bola mata hitam tersebut.
Carol tersentak kaget tapi tangannya serasa beku, tidak bisa bergerak begitu bola matanya tersedot ke dalam bola mata biru yang mempesona di depannya.
Carol tersentak kaget tapi tangannya serasa beku, tidak bisa bergerak begitu bola matanya tersedot ke dalam bola mata biru yang mempesona di depannya.
"Kebetulan," Tony mendekatkan tubuhnya pada gadis di depannya. Pria berambut hitam itu bisa mendengar degupan jantung sang gadis yang gelisah. Tangan kiri Tony memainkan rambut Carol yang lembut. Dengan sedikit menundukkan kepalanya, Tony berbisik di telinganya. Napasnya yang lembut membuat telinga sensitif itu memerah dan memanas, "aku juga menyukaimu, Carol." dengan sederet kalimat bisikan setan itu, Carol Denver resmi jatuh ke dalam perangkap Tony Stark. Kalau sudah begini, dia tidak akan bisa keluar dengan mudah. Pesona Stark memang tidak bisa ditepis semudah membalikkan telapak tangan.
Fuh, Tony merasa beruntung kakinya membawa dirinya menuju perpustakaan, karena kini untuk sesaat dia bisa melupakan Karen.
***
Tony masih dengan setia menjilat leher Carol ketika gadis itu masih melantunkan melodi indahnya di dalam perpustakaan yang besar ini. Tangan kanan laki-laki itu meraba perut rata perempuan yang kini ada di pangkuannya. Merambat naik hingga menyentuh kedua buah dada besar yang tertutupi oleh bra. Carol mendongakkan kepalanya begitu Tony mulai meremas salah satu buah dada yang semakin lama ujungnya semakin mengeras itu. Begitu tangan yang lain ikut membantu tangan Sasuke yang lainnya untuk meremas kedua buah dada, desahan keras Carol tidak bisa terelakkan lagi.
"Oughhhh... Tony!"
***
Tony masih dengan setia menjilat leher Carol ketika gadis itu masih melantunkan melodi indahnya di dalam perpustakaan yang besar ini. Tangan kanan laki-laki itu meraba perut rata perempuan yang kini ada di pangkuannya. Merambat naik hingga menyentuh kedua buah dada besar yang tertutupi oleh bra. Carol mendongakkan kepalanya begitu Tony mulai meremas salah satu buah dada yang semakin lama ujungnya semakin mengeras itu. Begitu tangan yang lain ikut membantu tangan Sasuke yang lainnya untuk meremas kedua buah dada, desahan keras Carol tidak bisa terelakkan lagi.
"Oughhhh... Tony!"
Tony tidak bisa menahan seringaiannya mendengar desahan kenikmatan perempuan yang kini tengah dimanjanya. Laki-laki berambut hitam itu menangkap bibir ranum sang gadis dan melumatnya dengan ganas hingga bibir itu memerah. Tangan kanannya kini turun merambat lagi sementara tangan kirinya masih bekerja di bagian dada. Menurunkan sedikit celana dalam yang mengganggu pekerjaannya, Tony memasukkan jari pertama ke dalam lubang Carol.
"Aahhhh..." rintih gadis malang itu. Dan hanya dengan memasukkan satu jari saja, Tony mengerti gadis keturunan bangsawan tersebut masih perawan.
"Aahhhh..." rintih gadis malang itu. Dan hanya dengan memasukkan satu jari saja, Tony mengerti gadis keturunan bangsawan tersebut masih perawan.
Tony tersenyum lebar sekarang. Ini sudah kesekian kalinya, badboy itu merebut hal yang paling berharga dalam hidup wanita. Dan jangankan merasa kasihan, laki-laki setan itu tidak pernah peduli. Bagi Tony, wanita adalah lap sekali pakai. Setelah lap itu dibuang, maka dia tidak akan pernah melihat lagi bagaimana keadaannya. Tony akan membiarkan lap itu terinjak-injak, hancur, hingga tidak lagi berbentuk. Meskipun lap yang malang itu berteriak-teriak meminta agar dia berbalik, dia tidak akan melakukannya.
Hei, Tony, kau selalu menganggap Alan adalah setan bertopet malaikat, bukan?Apakah kau tak sadar kalau kau sendiri juga begitu?
Hei, Tony, kau selalu menganggap Alan adalah setan bertopet malaikat, bukan?Apakah kau tak sadar kalau kau sendiri juga begitu?
"Aaaaaah...!!!" klimaks pertama yang dicapai Carol melepaskan Tony dari alam khayalannya.
Gadis itu terengah-engah sementara Tony menarik tangannya yang penuh dengan cairan lengket. Carol sedikit membuka matanya, menatap Tony yang menyeringai dan menjilat cairan itu dengan menggoda. Tony mengemut jarinya seolah itu adalah sirup paling enak di dunia. Dia tak sadar, perbuatannya itu bisa membuat sang gadis semakin terangsang dan terjebak semakin jauh dalam perangkapnya.
***
Gadis itu terengah-engah sementara Tony menarik tangannya yang penuh dengan cairan lengket. Carol sedikit membuka matanya, menatap Tony yang menyeringai dan menjilat cairan itu dengan menggoda. Tony mengemut jarinya seolah itu adalah sirup paling enak di dunia. Dia tak sadar, perbuatannya itu bisa membuat sang gadis semakin terangsang dan terjebak semakin jauh dalam perangkapnya.
***
Aksi Tony terus berlanjut. Dia tidak mempedulikan keringat yang mulai meleleh membasahi tubuhnya dan tubuh mulus gadis itu. Desahan mereka berdua memenuhi bagian belakang perpustakaan ini tanpa ada yang mendengar. Saat Tony memasukkan penisnya, Carol mendesah keras dan tidak bisa berhenti. Setiap gesekan benda itu rasanya seperti beribu pedang kenikmatan yang menikam dirinya begitu dalam. Carol tidak bisa berhenti, tidak. Tidak akan bisa. Meskipun kenyataannya permainan ini akan selesai kelak, Carol tidak akan rela. Gadis berdada besar itu sudah terlanjur basah memasuki neraka dunia.
Dia tidak tahu kalau kenikmatan ini hanyalah sesaat. Tony membutuhkannya hanya sebatas untuk pelampiasan nafsu. Carol mengira, hanya saat ini saja dia akan terjebak ke dalam perangkap Tony Stark. Tapi sebenarnya tidak. Carol bagaikan seekor kelinci putih malang yang masuk ke dalam perangkap seorang pemburu yang tidak akan pernah kembali untuk mengambil sesuatu di dalam perangkapnya. Dan tanpa alasan yang jelas, Carol mulai menangis di tengah genjotan Tony yang terus menyetubuhi dirinya.
Dia tidak tahu kalau kenikmatan ini hanyalah sesaat. Tony membutuhkannya hanya sebatas untuk pelampiasan nafsu. Carol mengira, hanya saat ini saja dia akan terjebak ke dalam perangkap Tony Stark. Tapi sebenarnya tidak. Carol bagaikan seekor kelinci putih malang yang masuk ke dalam perangkap seorang pemburu yang tidak akan pernah kembali untuk mengambil sesuatu di dalam perangkapnya. Dan tanpa alasan yang jelas, Carol mulai menangis di tengah genjotan Tony yang terus menyetubuhi dirinya.
"Nghhh... ahhhhh, Tony!" air mata mengalir pelan di pipi mulusnya.
Bukannya kasihan, Tony malah menggoyangkan pinggulnya lebih kencang dari sebelumnya. Pria bermuka dua itu tidak mempedulikan air mata yang keluar dari mata pasangannya. Bahkan, Tony malah tersenyum senang. Sepertinya dia menyadari kalau wanita cantik di bawahnya mulai merasa ragu akan dirinya.
Bukannya kasihan, Tony malah menggoyangkan pinggulnya lebih kencang dari sebelumnya. Pria bermuka dua itu tidak mempedulikan air mata yang keluar dari mata pasangannya. Bahkan, Tony malah tersenyum senang. Sepertinya dia menyadari kalau wanita cantik di bawahnya mulai merasa ragu akan dirinya.
"Kau memang pintar, Carol." bisik Tony di tengah tusukan penisnya. Pemuda bengal itu mencengkeram erat payudara Carol yang bergoyang-goyang indah di depannya. Dia juga melumat bibir ranum gadis itu dan menjilatnya sekali lagi. Goyangan pinggulnya terlihat semakin cepat, "Tapi sayang, kau sudah kalah." tambahnya.
"AARRGGHHHHHHHH!" Tony menusuk dalam dan orgasme di dalam kemaluan gadis itu. Sementara Carol, menyusul tak lama kemudian. Tepat setelah desahan terakhirnya, Carol jatuh pingsan karena kelelahan.
Tony mencabut penisnya yang sudah mengerut dan memasukkannya kembali ke dalam celana. Tanpa berkata-kata lagi, pemuda kaya itu memakaikan kembali baju Carol dan meninggalkan gadis itu di rak belakang perpustakaan.
Tony mencabut penisnya yang sudah mengerut dan memasukkannya kembali ke dalam celana. Tanpa berkata-kata lagi, pemuda kaya itu memakaikan kembali baju Carol dan meninggalkan gadis itu di rak belakang perpustakaan.
Berjalan pelan, Tony memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Di halaman, sudah banyak anak-anak yang keluar dari kelas. Ah, sepertinya waktu istirahat telah tiba. Sudah berapa jam dia di dalam perpustakaan? Tony tertawa kecil memikirkannya. Pemilik bola mata hitam yang mempesona itu segera berjalan menuju kelasnya, berharap akan ada seseorang yang bisa memberinya catatan pelajaran yang sempat tadi dia tinggalkan. Tapi sayang perkiraannya salah, sudah tidak ada siapapun di dalam kelas. Pasti semuanya sudah berlari menuju kantin.
Tadinya Tony ingin tidur sampai bel masuk berbunyi. Tapi langkahnya terhenti begitu mendengar suara seseorang di belakangnya, "Tony!" pemuda itu tersentak dan segera memutar kepalanya, dia sangat tahu suara ini, "Kau dari mana saja? Ada PR yang harus dikerjakan dan dikumpulkan besok," Karen Starr menatapnya jengkel, lalu gadis itu memberikan selembar kertas pada Tony, "Ini soalnya. Jangan lupa ya!" ucap Karen lagi. Tony cuma terdiam menerima kertas dari gadis itu.
Karen tersenyum lebar dan mengangguk. Wajahnya sangat menggemaskan, pipinya yang sedikit chubby membuat Tony sangat ingin mencubitnya. Lalu bibirnya... Tapi gara-gara melihat bibir itu, Tony jadi teringat kejadian di halaman sekolah. Ah membayangkannya saja, sudah membuat rahang Tony mengeras. Berusaha menahan dirinya agar tidak meledak, pemuda itu tersenyum. "Terima kasih!" ucapnya geram.
"Baiklah, Tony, aku ke..." Karen pamit.
"Starr!" spontan Tony memanggil nama keluarga Karen. Mendengarnya, pemilik bola mata hijau itu segera menghentikan langkahnya. Dia menatap Tony dengan tatapan ingin tahu. Mendapat tatapan seperti itu membuat Tony jadi grogi sendiri. Tony merasa bodoh, padahal dia tidak tahu apa yang harus dia bicarakan.
"Ya?" Karen bertanya.
Tony menelan ludah. Berulang kali dia memikirkan topik apa yang bagus untuk dibicarakan dengan gadis di depannya. Tapi semakin dipikirkan, semakin panas dingin saja suhu tubuhnya. Akhirnya, "Aku... i-ingin bicara berdua denganmu saja. Di belakang gedung sekolah... bisa?" tanyanya sambil berkali-kali menarik napasnya yang mulai memburu.
Karen mengangguk sebagai tanda mengerti. "Baiklah! Sepulang sekolah ya. Sekarang aku pergi dulu. Daah!" setelah menyatakan kesanggupannya, gadis itu melambaikan tangan dan berlari ke arah berlawanan. Tony hanya bisa diam menatap tubuh langsing gadis polos itu.
Karen mengangguk sebagai tanda mengerti. "Baiklah! Sepulang sekolah ya. Sekarang aku pergi dulu. Daah!" setelah menyatakan kesanggupannya, gadis itu melambaikan tangan dan berlari ke arah berlawanan. Tony hanya bisa diam menatap tubuh langsing gadis polos itu.
Tony kembali ke tempat duduknya. Dia sudah tidak ngantuk lagi. Bayangan nanti akan berduaan dengan Karen membuatnya gugup. Dia berusaha mencari topik yang bisa jadi bahan pembicaraan, tapi tak kunjung menemukannya. Ah, mencari topik begini saja dia tidak bisa. Otaknya selalu menjadi tumpul kalau berhadapan dengan gadis itu. Tony menggaruk rambutnya frustasi.
Saat itulah, tiba-tiba bisikan setan merasuki dirinya. Harusnya Tony tidak mendengarkan bisikan itu. Bukankah dia sudah bertekad untuk tidak menyakiti Karen sejak dia menyadari kalau mencintai gadis itu? Tapi kenapa dia malah menyeringai kejam sekarang?!
***
***
"Bagus, bagus sekali..." gerutu Tony Stark dalam hati. Playboy itu berkali-kali mengejek dirinya sendiri. Tidak dipedulikannya para gadis jalang yang sedari tadi hendak menggodanya. Pikirannya sedang suntuk sekarang. Bagaimana tidak? Dia sudah berhasil mengajak Karen, gadis yang disukainya, bertemu empat mata, tapi dia malah tidak tahu topik apa yang akan dibicarakannya pada gadis itu. Ah, Tony rasanya ingin meledak sekarang juga. Pemuda itu menghela napas dengan kasar dan menggaruk rambutnya frustasi. Fuh, sepertinya badboy yang cool itu sudah membuka topengnya kembali.
Krieettt...!
Krieettt...!
"Eh?" Tony terpaku saat mendengar suara pintu dibuka. Wajahnya nyaris memerah sepenuhnya melihat siapa yang datang, gadis itu... "Sakura... kau... kena—"
"Tony, sudah kuduga kau membolos pelajaran lagi hari ini. Ada apa denganmu? Kalau tidak niat belajar, lebih baik tidak usah sekolah saja sekalian!" ketus Karen dengan dingin.
Tony hanya bisa terpaku. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia sudah tahu sejak awal, bahwa dari sikap dan tatapan gadis yang memiliki bola mata hijau itu, Karen tidak akan pernah menaruh rasa ke arahnya. Karena itu, Tony rela menahan perasaannya selama bertahun-tahun. Menunggu dan menunggu, sampai gadis itu melihat ke arahnya dan membalas perasaannya.
Tapi...
Tony hanya bisa terpaku. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia sudah tahu sejak awal, bahwa dari sikap dan tatapan gadis yang memiliki bola mata hijau itu, Karen tidak akan pernah menaruh rasa ke arahnya. Karena itu, Tony rela menahan perasaannya selama bertahun-tahun. Menunggu dan menunggu, sampai gadis itu melihat ke arahnya dan membalas perasaannya.
Tapi...
Sampai kapan lagi dia harus menunggu?
Tony kembali memasang topengnya, "Hm, maafkan aku, Karen," untuk beberapa saat suasana di sekitar mereka menegang. Pemuda bermata biru itu tidak suka seperti ini, akhirnya dia menggerakkan kakinya untuk berjalan melewati gadis itu. Sementara sebaliknya, Karen justru berjalan berlawanan arah dari dirinya. Gadis manis itu menyandarkan tubuhnya pada kawat pembatas yang biasa ada di belakang gedung sekolah.
Tentu saja Tony menyadarinya, laki-laki yang selalu memakai kacamata hitam itu menoleh dan menatap Karen yang tengah menikmati angin meniup rambutnya, "Kau tidak kembali ke kelas?" tanya pemuda itu dengan nada ragu. Karena tidak mendapat jawaban, Tony berbalik lalu berjalan ke arahnya.
Sudah sejak lama dia menantikan datangnya hari ini. Hari dimana dia bisa berdekatan dengan gadis yang disayanginya. Menelan ludah, Tony mendekatkan tubuhnya hingga berjarak satu langkah. Karen menoleh dan membelakangi kawat pembatas untuk menatap pemuda dengan rambut awut-awutan itu. Tony mengangkat sebelah alisnya bingung, apalagi begitu Karen tersenyum dengan lebar di depannya.
"Maaf, Tony, sepertinya kali ini aku yang akan membolos," kata gadis manis itu. Karen menaruh jari telunjuknya di depan bibir tipisnya, "Jangan kasih tahu siapa-siapa ya?" bisik gadis itu lagi.
Tony menyadari ada yang tidak beres di sini dan tanpa mempedulikan tatapan memohon Karen, Tony mencengkram kawat di belakang tubuh gadis itu dan melihat ke arah yang sama. Dan genggamannya pada kawat itu langsung mengeras begitu menyadari siapa yang sedari tadi menarik perhatian Karen-nya.
Tony menyadari ada yang tidak beres di sini dan tanpa mempedulikan tatapan memohon Karen, Tony mencengkram kawat di belakang tubuh gadis itu dan melihat ke arah yang sama. Dan genggamannya pada kawat itu langsung mengeras begitu menyadari siapa yang sedari tadi menarik perhatian Karen-nya.
"Begitu ya," Tony menoleh pada gadis cantik yang berdiri di sampingnya dan menatapnya tajam, "Dasar guru sialan!"
Karen tersentak mendengar sebutan yang dilontarkan Tony pada laki-laki yang disukainya, "Jaga bicaramu, Tony!" gadis yang memiliki bola mata hijau itu mendekatkan wajahnya untuk lebih menunjukkan ekspresi kemarahannya, "Kau tidak berhak mengejek Mr. Alan! Memangnya kau sudah lebih baik darinya?" omelnya, tapi itu sama sekali tidak membuat segalanya lebih baik. Malah Tony menggertakkan giginya dan memukul kawat pembatas di belakangnya, membuat gadis itu terkejut.
"AKU MEMANG LEBIH BAIK DARINYA!" bentak Tony tepat di depan wajah cantik gadis itu. Karen tersentak kaget, dia belum pernah melihat seorang Tony Stark marah hingga meledak seperti ini.
Tony terlihat mengatur napasnya, tapi tatapannya tidak sedikitpun beralih dari mata hijau indah milik Karen, "Apa kau terlalu bodoh untuk tidak melihatnya?"
Tony terlihat mengatur napasnya, tapi tatapannya tidak sedikitpun beralih dari mata hijau indah milik Karen, "Apa kau terlalu bodoh untuk tidak melihatnya?"
Karen menggertakkan gigi, "Aku bodoh? Maaf, Tony, jika aku terlalu sombong. Tapi, bukankah aku selalu berada satu tingkat dibawahmu? Kau memang lebih pintar tapi..."
DHAK!
"KALAU MEMANG KAU LEBIH PINTAR DARIKU, KAU HARUSNYA TAHU!" Tony mendekatkan wajahnya, menatap tajam mata hijau emerald itu, tidak peduli meskipun pemiliknya menatap balik dengan ketakutan. Entah apa yang ada di pikiran Tony saat tangan kanannya bergerak mencengkram tangan mungil Karen.
Gadis itu meringis kesakitan, apalagi saat tangan kanannya dihentakkan dengan keras oleh Tony ke atas kawat pembatas. Sementara tangan kiri pria itu sudah mengangkat dagunya sehingga dia menengadah menatapnya. Karen berusaha melakukan perlawanan dengan memukul-mukul dada Tony dan menendang-nendang tubuhnya, tapi sayang, itu tidak berguna. Apalagi begitu Tony memajukan wajahnya dan mencium gadis malang itu dengan kasar.
Tony memasukkan lidahnya dan mengamuk di dalam mulut Karen. Pria berambut lurus itu baru melepaskan ciumannya saat dia membutuhkan udara untuk bernapas. Dia menatap wajah cantik Karen yang terlihat tengah mengatur napas sambil menatap balik penuh kebencian. Tony mengabaikan tatapan itu—bukan, dia memang ingin mengabaikannya. Sebelum gadis itu menjadi milik orang lain, sebelum dia terlambat untuk yang ke sekian kalinya. Tony menundukkan wajahnya, berbisik di telinga gadis yang sudah memerah itu, "Kau milikku. Selamanya, tetap menjadi milikku."
Hei, Tony! Apa kau ingin menyamakan gadis yang kau cintai dengan para gadis jalang itu?
"Kau brengsek!" Karen menjambak rambut Tony, berusaha menghentikan pemuda itu saat dia sudah mencium leher putihnya dan sesekali menggigitnya, "Tony! Aahhh!"
Kedua tangan gadis itu kini sudah dipegang Tony dengan erat. Kedua kakinya dijepit dengan kedua kaki laki-laki itu. Tapi, Karen tidak akan menyerah begitu saja. Sepolos apapun dia, tetap saja Karen Starr masih mempunyai harga diri. Saat Tony melepaskan lehernya, dengan segera gadis itu membenturkan kepalanya hingga mengenai dahi Tony sampai memerah. Meringis kesakitan, Tony sempat kehilangan cengkeramannya, tapi dia segera mempereratnya lagi bahkan lebih keras dari sebelumnya.
"Tony, sa-sakit!" Karen menggigit bibir bawahnya. Air mata mengalir di wajahnya yang cantik. Melihat itu, Tony sempat merasa goyah, tapi dengan cepat dia memalingkan wajahnya.
"Kumohon, Tony. Hentikan!"
"Kumohon, Tony. Hentikan!"
"Tidak." Tony menjawab singkat dan dengan cepat dia menarik tubuh seksi Karen dan membantingnya hingga tidur telentang di bawahnya. Kembali tangannya menggerayangi tubuh gadis berambut pendek itu. Karen menggelinjang, dia berusaha menahan desahannya dengan menggigit bibir bawahnya bahkan terlihat darah mengalir dari bibir tipis itu. Tony menjilatnya, menjilat darah dan liur yang keluar dari bibir gadis yang disayanginya.
Desahan dan rintihan bercampur menjadi satu. Tony menarik dasi panjang yang merupakan salah satu seragam wajib perempuan di sekolah ini dengan giginya. Tidak satupun dari tubuh gadis itu yang dia lewatkan dari bibirnya. Tony tidak ingin menyia-nyiakannya. Dia akan mendapatkan apa yang selama ini diinginkannya. Sungguh, gadis manapun pasti akan jatuh ke tangan Tony dan rela memberikan hal yang paling berharga dari hidup mereka untuk setan bertopeng malaikat itu. Tapi sayangnya, bukan mereka yang diinginkan oleh sang setan rupawan...
Tony terus membuka seragam Karen perlahan tapi pasti, hingga terlihat dua gundukan besar yang siap untuk diremas olehnya. tapi sebelum Tony sempat menyentuhnya, Karen sudah lebih dulu menampik tangannya, "Tony, jangan!"
Tony menggertakkan giginya dan... PLAK! Entah apa yang ada di pikirannya sampai dia tega menampar keras pipi Sakura, "HARUSKAH AKU MEMBUATMU PINGSAN UNTUK MEMBUATMU TETAP DIAM?" bentaknya keras. Belum cukup untuk membuat Karen terkejut, Tony sudah meremas kedua dada gadis itu dengan kencang.
Karen tersentak. Tubuhnya kini menggelinjang, antara nikmat dan kesakitan. Air mata sudah mengalir di pipinya, "Tony! Ahhhhh... hentikan!" kedua tangannya masih meronta di cengkeraman tangan pemuda itu. Tapi percuma, Tony sudah menulikan pendengarannya, membutakan penglihatannya, membekukan hatinya sendiri. Yang ada di pikirannya hanya...
"Sakura harus menjadi milikku! Harus! Harus! HARUS!"
Teriakan kesakitan dan kesedihan gadis itu sudah tak didengarnya. Tony kembali kepada dirinya yang sebenarnya. Topeng yang biasanya terpasang di wajahnya entah kenapa jatuh begitu saja dan pecah berkeping-keping. Masih dengan ganas dan kasar, tangan pemuda itu menyentuh dan merangsang tubuh gadis di bawahnya. Meskipun hanya dengan satu tangan—tangannya yang lain memegang kedua tangan Karen—Tony tetap bisa memanjakan pasangan bercintanya sampai puas seperti sekarang. Tapi bedanya, Karen bukan hanya sekedar partner bercinta atau pelampiasan nafsu. Dia lebih dari semua itu.
"Ngh! Tony! Jangan!" Karen menggerakkan kakinya lebih cepat begitu menyadari tangan Tony sudah sampai di ujung selangkangannya. Pemuda itu menyeringai, ya sebentar lagi dia akan mendapatkan semuanya. Tony melepaskan tangan Karen sesaat hanya untuk mengambil dasi panjang yang tadi terlupakan. Meskipun melakukannya dengan cepat, tapi tetap saja kesempatan kecil itu masih bisa digunakan Karen untuk menonjok perutnya, walau tidak seberapa.
Tony menggertakkan giginya kesal. Dengan emosi yang meluap, dia segera mencekik gadis itu dengan tangan besarnya, membuat gadis malang itu membuka tutup mulutnya kehabisan napas, "Jangan... Buat... Kesabaranku... Habis...!!!" Dan dalam sekali hentakan, Tony melepaskan cekikannya dengan kasar hingga membuat kepala Karen sedikit menghantam lantai semen di bawahnya.
Gadis berdada besar itu merasakan sakit yang amat sangat di sekujur tubuhnya. Matanya berkunang-kunang. Meskipun akan pingsan, dia masih berusaha sadar dengan menggigit lidahnya hingga berdarah. Tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi jika dia pingsan kan? Dan Karen tidak mau mengambil resiko itu, "KAU LAKI-LAKI PALING BRENGSEK YANG PERNAH KUKENAL! LEPASKAN AKU!"
Cuih!
Tony melotot saat Karen melemparkan ludah yang mengenai pipinya. Kali ini pemuda tampan itu memejamkan matanya dan menarik napas. Dia menatap hijau Karen yang menatapnya penuh kebencian dan seolah ingin mengutuknya. Pemuda itu tersenyum mengejek dan...
Cuih!
Tony melotot saat Karen melemparkan ludah yang mengenai pipinya. Kali ini pemuda tampan itu memejamkan matanya dan menarik napas. Dia menatap hijau Karen yang menatapnya penuh kebencian dan seolah ingin mengutuknya. Pemuda itu tersenyum mengejek dan...
BHUGG!
Wajah Karen sampai terlempar ke kiri. Tonjokan Tony yang tiba-tiba membuat gadis itu tidak bisa menutup matanya karena kaget. Ditambah darah yang kini mengalir dengan lancarnya dari ujung bibir. Karen bahkan tidak bisa mengekspresikan betapa kagetnya dia saat ini.
Tanpa bicara apa-apa lagi, Tony mengikat kedua tangan Karen di atas kepalanya dengan menggunakan dasi. Setelah itu, di depan Karen yang menatapnya tajam, Tony menyeka ludah gadis itu dengan jari-jarinya, dan menjilatnya, "Jika kau tenang, kau akan mendapatkan kenikmatan. Jadi bisakah diam sebentar saja?" tanyanya dengan senyum di bibir.
Takut. Itu yang ada di pikiran Karen sekarang. Air mata tidak bisa ditahannya lagi. Tubuhnya gemetaran seiring dengan Tony yang kembali melumat isi mulutnya. Pertanyaan yang sama terus terulang di benak gadis menyedihkan tersebut.
Yang duduk di atas tubuhnya ini... siapa?
Tony menjilat mulai dari dahi Karen yang lebar, lalu ke hidungnya yang mancung, berlanjut ke bibirnya yang tipis, hingga sampai ke lehernya yang jenjang. Sementara itu, tangannya sudah meremas-remas kedua buah dada gadis itu yang berukuran cukup besar. Sesekali dia juga memelintir putingnya, membuat desahan tertahan keluar dari bibir seksi gadis itu. Tony menciumi perut rata Karen, tak lupa untuk memberi tanda kemerahan di setiap sudut yang bisa ia gapai. Karen hanya bisa menggelinjang pasrah diperlakukan demikian.
Sementara tangannya turun ke bawah, bibir laki-laki itu masih dengan setia menciumi bibir Karen seolah tak mau melepaskannya. Dia jilati bekas pukulannya yang semakin membiru di ujung bibir gadis itu. Tangan kanan Tony mengibaskan rok yang masih terpasang dan menyentuh celana dalam yang ada di baliknya.
"Kau sudah basah, Karen." bisiknya.
"Kau sudah basah, Karen." bisiknya.
Karen tidak bisa berkata apa-apa, sepertinya dia masih trauma dengan kejadian tadi. Yang bisa dia lakukan hanyalah memalingkan wajahnya dan membiarkan air mata menggenang di pelupuk matanya. Tapi bola mata hijau itu membulat seketika saat dia menyadari tangan Tony yang berusaha membuka celana dalamnya, "Tunggu, Tony!" kepanikan menjalari tubuh Karen hingga dia kembali memberontak.
Tapi kali ini sepertinya Tony lebih mengutamakan prioritas utamanya. Tak dia pedulikan kaki Karen yang tengah menendang-nendang di sampingnya. Pemuda itu memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang sempit yang ada di selangkangan gadis itu dan mengocoknya disana, membuat Karen merintih dan mendongakkan wajahnya.
"Ahhhhh... Tony, jangan! Agghhhhhh!" gadis itu mengepalkan kedua tangannya yang terikat. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri.
Tony sama sekali tidak mempedulikan itu, malah sekarang dia memasukkan jari kedua dan ketiganya, membuat Karen semakin menggelinjang hebat. Wajah gadis itu memerah. Bagaimana ini? Kalau seperti ini, dia akan merasakan kenikmatan cepat atau lambat dan Karen tidak mau hal itu terjadi. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin terlihat menikmati hal yang tidak dia inginkan ini.
Tony yang menyadari pikiran gadis itu, hanya menyeringai dan berbisik, "Kau PASTI menikmatinya, Starr. Tidak perlu melawan."
Karen menggeleng-gelengkan kepalanya. Sialan, bahkan dengan lancangnya laki-laki itu sudah berani menyebut nama keluarganya. Rasanya dia ingin mengutuk dirinya sendiri.
Tony kembali tersenyum mesum. Dia menarik dasinya sendiri, menggumpalnya hingga membentuk sebuah bola lalu dimasukkannya ke dalam mulut Karen yang terbuka, "Aku tidak mau mengambil resiko. Ini untuk jaga-jaga agar kau tidak menggigit lidahmu sendiri," ucapnya dengan dingin. Air mata Karen mengalir dengan deras. Pria berambut hitam itu kembali menggerakkan tiga jarinya yang tadi hanya diam keluar masuk lagi hingga Karen memejamkan matanya erat dan menggelengkan kepalanya ke kanan kiri untuk menahan rasa yang ada.
"Nghhhhh... Hhmmph... Hhmmph... ughhhhh!" suara-suara yang tidak jelas apa maksudnya keluar dari bibir tipis gadis itu. Air liur membasahi dasi Tony di mulutnya. Sedangkan Tony masih setia mengocok ketiga jarinya di vagina Karen hingga tubuh gadis itu mengejang menyemprotkan cairan bening yang membasahi ketiga jarinya.
Tony menjilatnya. Dia melirik gadis yang terlihat kelelahan untuk melawan itu dan menyeringai, "Apa kubilang? Kau menikmatinya kan?" Karen menggeleng cepat, wajahnya sudah sepenuhnya memerah, "Percuma, tubuh tidak pernah berbohong." balas Tony dengan sinis.
Dia lalu berdiri untuk membuka celananya, melepaskan penis tegangnya yang sudah dari tadi ia tahan. Pemuda itu menghembuskan napasnya lega, rasanya begitu bebas dan nikmat. Laki-laki berambut lurus itu menyeringai melihat wajah Karen yang ketakutan, "Tidak akan sakit, aku akan melakukannya dengan cepat."
Walaupun begitu, aku tetap tidak mau! Karen berteriak di dalam hatinya, "Hmmph! HMMPPPPH!" gadis itu menggelengkan kepalanya dengan kasar hingga membuat Tony jengah. Dia segera menjambak rambutnya untuk membuat gadis itu diam.
Tony mulai memasukkan kejantanannya perlahan dan sempat menggeseknya dulu di pintu liang Karen. Gadis itu menegang, terlihat dari kaki jenjangnya yang kaku. Dan dia langsung merintih saat Tony memasukkan ujung kepala penisnya, "Aahhhhh! Auwhhhhh!!" Karen menangis lagi. Selain rasa sakit yang mulai menjalari tubuhnya, rasa sakit batinnya lebih hebat. Dia tidak menyangka keperawanannya akan direbut dengan cara seperti ini.
Tony memajukan tubuhnya, membuat penisnya semakin masuk ke dalam hingga tenggelam setengahnya. Laki-laki setan itu menjilat air mata Karen yang mengalir deras sementara dia terus melaju melawan selaput yang menghambatnya. Satu kali hentakan dan Karen mendongakkan kepalanya karena rasa sakit yang amat sangat menyerang selangkangannya.
"AARRGGGHHHHHHH!" gadis itu menjerit. Tubuhnya bergetar hebat sambil menatap Tony penuh amarah, menunjukkan betapa berangnya gadis cantik itu. Oh, mungkin bukan gadis lagi sekarang, tapi wanita. Memikirkannya saja sudah membuat Karen ingin meraung-raung. Selesai sudah semuanya. Dia merasa semua perbuatannya sia-sia sekarang. Apalagi yang perlu dipertahankan? Wanita itu menangis dan memejamkan matanya.
"AARRGGGHHHHHHH!" gadis itu menjerit. Tubuhnya bergetar hebat sambil menatap Tony penuh amarah, menunjukkan betapa berangnya gadis cantik itu. Oh, mungkin bukan gadis lagi sekarang, tapi wanita. Memikirkannya saja sudah membuat Karen ingin meraung-raung. Selesai sudah semuanya. Dia merasa semua perbuatannya sia-sia sekarang. Apalagi yang perlu dipertahankan? Wanita itu menangis dan memejamkan matanya.
Dia sudah kotor.
Saat itulah, Tony tiba-tiba merasakan sakit di hatinya walau hanya sesaat. Laki-laki itu segera menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusirnya, tanggung kalau harus berhenti sekarang, batinnya. "Bersiaplah!!" Tony memundurkan tubuhnya dan untuk selanjutnya, dengan sekuat tenaga, dia menekannya maju.
Karen langsung terhentak. Tubuhnya mengejang dengan erangan panjang keluar dari bibir mungilnya. "OOUUGGHHHHHHHHHH...!!" entah karena nikmat atau karena sakit. Sementara Tony, dengan penuh nafsu meremas-remas payudara Karen yang sudah mengencang kaku karena perbuatannya.
"Ngh, hmmphhh.. ahhhhhh.. ahhhhh..." sekarang Karen hanya bisa pasrah. Dengan sendirinya, tubuhnya mengikuti tempo gerakan yang dilakukan Tony sementara pikirannya melayang entah kemana. Dia masih ingat, rasanya baru saja kemarin dia mencela gadis-gadis jalang yang mau memberikan tubuhnya untuk seorang Tony Stark yang jelas-jelas akan membuang mereka. Dan sekarang, dia menjadi salah satu dari para gadis jalang itu? Yang benar saja! Karen benar-benar ingin muntah pada dirinya sendiri.
tubuhnya sudah lemas, tidak lagi melakukan perlawanan, seolah tubuh itu sudah menjadi seonggok sampah yang tidak berdaya. Walaupun begitu, tetap saja mulutnya bereaksi saat Tony menggigit telinganya, meremas dadanya, dan memaju mundurkan kejantanan di dalam liangnya yang basah. Dia terus melantunkan melodi indah bagi lelaki itu, "Ahhhhh... nghhhhh.. Ton... Hhaaaaaaaaaah!"
Tak lama, klimaks pertamanya, yang benar-benar dibenci oleh gadis itu, keluar begitu saja. Rasa nikmat itu menggelitik tubuhnya hingga membuat body mulus Karen bergetar hebat. Tony menghentikan gerakannya sejenak, bukan karena lelah atau kehabisan tenaga. Badboyseperti dirinya bisa melakukan kegiatan ini berulang-ulang, berapa ronde pun dia sanggup sampai partner bercintanya berteriak puas. Yang menghentikannya adalah : melihat wajah Karen yang kelelahan dan terlihat lesu, air mata yang terus mengalir di pipi mulus gadis itu, serta ujung bibirnya yang membiru, membuat Tony membulatkan bola matanya.
Apa yang telah dia lakukan?
Dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, Tony melepaskan ikatan tangan Karen. Beda dari sebelumnya, perilaku pemuda itu kini lebih lembut. Tony masih terdiam saat dia menyentuh bekas memerah di pergelangan tangan gadis itu. Menjauhkan diri, dia mundur beberapa langkah, merapikan kemeja dan celananya dengan membelakangi wanita yang sedari tadi juga diam dan kini tengah sibuk merapikan seragamnya seperti yang tengah dia lakukan. Begitu selesai, Tony memberanikan diri untuk membalikkan tubuhnya dan menatap wajah Karen yang belum menunjukkan ekspresi apapun.
Keduanya masih terdiam. Karen menatapnya balik. Wajah laki-laki itu terlihat pucat dan ketakutan, padahal tadi dia terlihat begitu menikmati apa yang dia lakukan. Sepertinya, laki-laki itu sudah kembali pada dirinya yang sebelumnya, pemakai topeng sejati, untuk menyembunyikan setan yang sebenarnya, yang terus berpura-pura menjadi seorang malaikat dan membuat para wanita jatuh hati dengannya. Walau begitu, tetap saja Tony sama seperti yang lain, dia tidak mau menyakiti orang yang benar-benar ia sayangi tulus dari dasar hatinya.
Tapi, rasa benci sudah terlanjur tumbuh begitu cepat di hati Karen Starr. Dengan berlinang air mata, wanita itu berdiri dan berjalan mendekati Tony.
PLAK!
Pria yang sudah tidur dengan banyak gadis itu merasakan pipinya memanas setelah ditampar dengan sangat kuat. Dia tidak melawan. Tony tahu, dia pantas mendapatkan ini. Walau dia tahu ini tidak akan mengembalikan apa-apa, semua sudah terlanjur terjadi, Karen tidak akan bisa menjadi perawan kembali. Dia masih ingat semuanya dari awal sampai akhir, bagaimana emosi dan cemburu telah menggelapkan matanya. Seolah-olah setan mengambil alih tubuhnya begitu mudah.
"Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" bentak Karen.
Walau laki-laki itu menunduk, gadis itu yakin Tony mendengar kata-katanya dengan sangat jelas. Tentu saja, semuanya terlalu jelas sampai rasanya tubuh pria itu dicabik-cabik oleh pedang yang besar.
"Sekarang, apa kau puas? Tapi satu hal yang harus kau ingat, Tony," Karen melangkah, melewati tubuh Tony yang masih duduk dengan tegang, "Walaupun kau sudah merebut hal yang paling berharga dalam hidupku, bukan berarti aku menjadi milikmu. Camkan itu baik-baik!"
Dan gadis itu mempercepat langkahnya, nyaris berlari. Air matanya terus tumpah meski dia tidak menginginkannya. Karen tidak pernah menyangka hal ini terjadi. Dia memang tahu dari dulu, laki-laki yang selalu berganti pasangan itu mempunyai perasaan khusus padanya. Karen tidak bodoh, tentu dia bisa mengiranya melihat bagaimana sikap dan tatapan Tony padanya. Hal itulah yang membuatnya tinggi hati, karena mengira pemuda itu tidak akan berani menyentuhnya. Seandainya Tony selangkah lebih cepat dari Alan yang kini sudah menempati hatinya, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Tepat saat Karen menyentuh gagang pintu menuju ke dalam gedung sekolah...
"Maaf." ucap Tony singkat, membuat gadis itu membalikkan tubuhnya. Tapi yang dia dapatkan adalah posisi Tony yang sama sekali tidak berubah seperti sebelumnya, tetap membelakanginya dengan angkuh, walau terlihat kesedihan mendalam dari punggung itu, "Silahkan membenciku, aku tidak keberatan. Kalau sekarang, mungkin kau tidak akan mempercayaku, tapi..." Tony berdiri tapi tetap membelakanginya, "... aku tetap mencintaimu!"
Karen tidak terkejut sama sekali, dia sudah tahu itu. Tapi benar apa kata Tony, sekarang apapun yang dikatakan laki-laki itu baginya hanyalah persetan belaka. Seolah telinganya sudah tuli hanya untuk mendengarkan perkataan seorang Tony Stark. Karen mengeratkan pegangannya pada gagang pintu.
"Bodoh!" bisiknya pelan, laki-laki itu tidak mungkin bisa mendengarnya. Karen membuka pintu dan membantingnya keras saat dia sudah melewatinya, meninggalkan Tony yang masih berdiri menatap langit biru di atasnya.
Karen tidak terkejut sama sekali, dia sudah tahu itu. Tapi benar apa kata Tony, sekarang apapun yang dikatakan laki-laki itu baginya hanyalah persetan belaka. Seolah telinganya sudah tuli hanya untuk mendengarkan perkataan seorang Tony Stark. Karen mengeratkan pegangannya pada gagang pintu.
"Bodoh!" bisiknya pelan, laki-laki itu tidak mungkin bisa mendengarnya. Karen membuka pintu dan membantingnya keras saat dia sudah melewatinya, meninggalkan Tony yang masih berdiri menatap langit biru di atasnya.
Tidak ada yang tahu saat itu, Tony sedang menangis dalam diam. Sekarang, apa yang didapatkannya? Tidak ada. Selain penyesalan yang tak berujung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar